Rambutku bau rumah sakit.
Ketika keramas, shampo orang dewasa
sisa sedikit hingga tak sempurna berbusa di kepalaku. Kuambil saja
shampo keponakan di sudut bak. Kukucur tangan, ku usap-usap, ku
gosok-gosok, rambutku seperti dihuni gulungan awan, awan yang mirip
kembang gula. Sesekali aroma buah tercium dari atas. "Lapar" kembang
gula rasa buah-buahan itu membuatku keramas dengan lapar.
Kubasuh
dengan mata terpejam walau ingat itu shampo, shampo yang tak pedih di
mata. Maklum, namanya juga kebiasaan lama yakni waspada pedih dengan
sedikit berlebih. Sambil berdendang, aku memburu selesai. Tak baik
lama-lama di kamar mandi. Bisa mengkerut, bisa berangan, bisa hadir
siapa saja.
Mandi, sudah. Keramas, sudah. Sudahlah, aku
memang cantik terlebih dengan sebuah jerawat di pinggir hidung "aku
pasti sedang jatuh cinta".
Beberapa jam berlalu. Rambutku
dikeringkan angin dan lampu bohlam. Jerawat di wajah kupencet tanpa
ampun. Dari dalamnya keluar nanah, keluar darah, keluar kamu.
Pelan-pelan udara berkabar "aku sedang kebauan. rambutmu bau. ciumlah".
Aduh,
bagaimana ini! Harusnya kan di kepalaku ada kebun buah siap panen?
Kini kering kenapa ada rumah sakit tak berdinding? Rambutku bau rumah
sakit, bau sekali! ternyata, menusuk.
Mungkin itu pengaruh
shampo dewasa. Mungkin itu pengaruh shampo keponakan. Aroma entah dan
aroma buah menyatu bimbang. Jadi buah busuk, jadi karbol.
Mungkin
saja. sepertinya mungkin. Atau bisa jadi di waktu keramas,
jerawat-jerawat di kepalaku ikut terpencet. Ah, padahal niatanku hanya
keramas dan menjaga kecantikan dengan memencet jerawat yang tampak
mencolok di pinggir hidungku saja.
Keterlaluan.
0 Comments